Cari Blog Ini

Minggu, 23 Januari 2011

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU KEKERASAN PADA REMAJA


Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa anak-anak menuju kearah kedewasaan. Remaja merupakan kelompok masyarakat yang berjumlah paling banyak. Secara psikologis, remaja termasuk kelompok yang sangat mudah terpengaruh dan jiwanya pun gampang bergolak. Hal itu akibat kondisi pribadi mereka yang belum terbentuk.
Sesuai dengan pergolakan jiwa remaja, permasalahan yang muncul pun cukup beragam. Persoalan tersebut bukan hanya menjadi permasalahan remaja belaka, melainkan menjadi persoalan semua. Karena itu, masalah paling berat bagi orang tua adalah menyelamatkan sang anak dari masa remaja. Memasuki masa ini umumnya remaja merasa dirinya sudah besar, bukan arti dalam anak-anak lagi. Oleh karena itu terkadang anak cenderung susah diatur. 
Kecenderungan ingin mencoba hal-hal yang baru yang dilihat maupun yang didapat, lebih kepada rasa keingintahuan yang belum jelas manfaatnya bagi dirinya terlebih untuk orang lain. Perilaku yang tampak mencolok dalam kehidupan anak ketika memasuki fase remaja (pubertas) adalah munculnya salah satu gejala perilaku negatif, hasil penelitian Widowati (2003) bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan dengan pola interpersonal antara orang tua dan anak. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada Bab 2 Pasal 3 bahwa : Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia dan sejahtera.
Hasil penelitian Familier and Work Institute and The Coloradu Tourt Amerika Serikat (1999), dari 200.000 anak remaja yang diwawancara, sebagian besar mengaku bahwasannya dirinya diejek, diolok-olok atau dibicarakan hal-hal negatif tentang dirinya oleh orang lain sebanyak 94.000 anak (47%), pernah dipukul atau dilukai 74.000 anak (37%) dan diserang dengan senjata 32.000 anak (16%) (Azwar, 2005). 
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu: adanya budaya kekerasan.: Seseorang melakukan kekerasan karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang kekerasan hal yang biasa / wajar. Tindak kekerasan merupakan suatu fenomena yang kompleks, akibat dari berbagai faktor antara lain kemiskinan, rasial, penggunaan obat terlarang dan alkohol, paparan kekerasan usia dini (child abuse) dan kekerasan dari media masa. Bahwa tekanan ekonomi keluarga berpengaruh secara tidak langsung kepada kenakalan pelajar melalui gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak remajanya tersebut (Herien, 2003). Mariah (2007) menyebutkan bahwa peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja adalah : ada peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja, ada peran persepsi keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja, ada peran konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja. 
Di Indonesia Jakarta, Surabaya, dan Medan, kasus menunjukkan angka peningkatan. Tercatat selama 2005 terdapat 788 ribu kasus kekerasan terhadap anak. Sepanjang kwartal pertama 2007 terdapat 226 kasus kekerasan terhadap anak di sekolah. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan kwartal yang sama tahun lalu yang berjumlah 196. Data tahun lalu, menyebutkan kekerasan fisik 247 kasus ( 29 kasus di sekolah), kekerasan seksual 426 kasus (67 kasus di sekolah), dan kekerasan psikis 451 kasus (96 kasus di sekolah). Jumlah tersebut, hanya terbatas pada yang tercatat, sementara yang tidak terdeteksi mungkin jauh lebih banyak lagi (Yusyana, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar