Tahun 2000 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan bagian dari Safe Motherhood, dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang bertujuan agar setiap ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan aman dan bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Gerakan Sayang Ibu telah memungkinkan ditambahnya sarana dan prasarana untuk mengajak para ibu yang sedang hamil dan melahirkan makin dekat pada pelayanan medis yang bermutu. Berkat kegiatan beberapa gerakan itu, jumlah dan sebaran ibu hamil yang memeriksakan dirinya selama masa kehamilan meningkat dengan tajam. Dengan demikian, kesehatan reproduksi merupakan unsur yang penting dalam kesehatan umum, baik perempuan maupun laki-laki (BKKBN, 2004).
Kehamilan adalah suatu proses alami yang terjadi dalam rahim wanita yang diawali dengan pertemuan sel telur dan sperma di suatu tempat di dalam organ reproduksi sehingga akan menghasilkan seorang calon janin yang akan berkembang dalam rahim ibu selama jangka waktu tertentu (Solihah, 2005). Kehamilan mempunyai dampak yang luar biasa terhadap kondisi fisik dan psikis pada seorang wanita. Perubahan yang mencolok yang dapat kita lihat adalah kenaikan berat badan yang rata-rata berkisar 12 kg selama kehamilan, cepat lelah, mudah pingsan, sementara perubahan psikis bervariasi mulai dari hiperemesis (mual-muntah) hingga dapat menimbulkan depresi (Webforum, 2009).
Sebagian perempuan merasa takut melakukan hubungan seksual saat hamil. Beberapa merasa gairah seksualnya menurun, karena tubuhnya melakukan banyak penyesuaian terhadap bentuk kehidupan baru yang berkembang di rahim (Mariana, 2007). Seks selama kehamilan merupakan pertanyaan yang sering diajukan oleh pasangan suami istri yang menanti kehadiran sang buah hati. Umumnya pasangan suami istri khawatir berhubungan intim pada saat istri sedang mengandung atau hubungan seks di kehamilan muda misalnya bisa mengakibatkan keguguran atau bayi lahir cacat (Anonim, 2009).
Banyak pasangan yang merasa khawatir bahwa seks selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran. Tapi sesungguhnya masalah sebenarnya bukan pada aktivitas seksual itu sendiri. Keguguran (early miscarriage) biasanya berhubungan dengan ketidaknormalan kromosom atau masalah lain yang dialami janin yang sedang berkembang. Selain hal fisik, turunnya libido juga berkaitan dengan kecemasan dan kekhawatiran yang meningkat menjelang persalinan. Pertanyaan yang paling umum adalah “apakah berhubungan seksual dapat membahayakan janin?”. Secara medis tidak ada sesuatu yang perlu dirisaukan jika kehamilan tidak disertai faktor penyulit, artinya kondisinya sehat-sehat saja. Yang termasuk faktor penyulit adalah ancaman keguguran, hipertensi, muntah-muntah yang berlebihan, atau kondisi kesehatan tertentu lainnya (Anonim, 2009).
Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar luas di masyarakat dan dianggap sebagai suatu kebenaran, sehingga perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos tersebut. Ketidaktahuan mengenai seksualitas selama kehamilan dapat menimbulkan kesalahan persepsi sehingga dapat mempengaruhi perilaku seksual yang menyebabkan gangguan psikis. Gangguan psikis yang bisa timbul adalah ketidakpuasan, kecewa, cemas, perasaan bersalah, dan gejala psikomatik seperti pusing, cepat marah, dan sukar tidur (Prawiroharjo, 2005).
Berbagai tanggapan beredar di masyarakat mengenai boleh tidaknya atau perlu tidaknya hubungan seksual dilakukan selama kehamilan. Demikian pula diantara suami istri ada yang berbeda pendapat, sehingga terjadi ketegangan dalam hubungan pribadi mereka, bahkan sampai menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan seksual mereka (Prawirohardjo, 2005).
Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut dengan memberikan kebijakan teknis pada bidan untuk memberikan konseling tentang panduan hubungan seksual selama hamil yang boleh terus dilanjutkan dengan menggunakan kondom jika tidak ada riwayat obstetri buruk ketika kunjungan Ante Natal Care (ANC) (Saifuddin dkk., 2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar