Di lihat dari segi penduduk 73,4% sebagian penduduk di dunia adalah remaja. Indonesia menempati urutan nomor 5 di dunia dalam hal jumlah penduduk, dengan remaja sebagai bagian dari penduduk yang ada. Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Pada tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, emosional dan sosial sebagai ciri dalam masa pubertas dan dari berbagai ciri pubertas tersebut, menstruasi merupakan perbedaan yang mendasar antara pubertas pria dan pubertas wanita (Sarwono, 1999).
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone, dua jenis hormon kewanitaan. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis remaja putri. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif (Sarwono, 1999). Dalam hal ini remaja putri memerlukan perhatian khusus dalam hal kesehatan, karena pada masa ini merupakan masa persiapan menjadi ibu (Sayogo, 2000). Kebutuhan zat besi pada remaja putri meningkat dengan adanya pertumbuhan dan datangnya menarce. Aktivitas yang berat dapat meningkatkan kebutuhan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi. Anemia gizi besi sering terjadi pada wanita sehingga dapat mengganggu prestasi belajar karena menurunkan produksi energi dan menyebabkan akumulasi laktat dalam otot (Moore, 1997).
Anemia merupakan salah satu dari berbagai masalah gizi di Indonesia yang harus ditanggulangi secara serius, terutama anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi ialah karena kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi seperti saat menstruasi, kehilangan darah yang kronis, penyakit malaria, dan infeksi- infeksi lain serta pengetahuan yang kurang tentang anemia gizi besi. Anemia gizi besi dapat berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku, penurunan kerja fisik dan daya ingat, penurunan daya tahan terhadap keletihan, peningkatan angka kesakitan dan kematian. Untuk mengatasinya dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Fungsi zat besi ini dituntut untuk pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru. Zat besi (Fe) secara alamiah bisa didapatkan pada hati, jantung, sayuran berwarna hijau dan kacang – kacangan (Almatsier, 2002).
Zat besi (Fe) merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004).
Bentuk zat besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapan- nya. Zat besi hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada zat besi non hem. Kurang lebih 40 % dari zat besi ada di dalam daging, ikan, ayam yang terdapat sebagai zat besi hem dan selebihnya non hem. Makan- makanan yang mengandung zat besi hem dan non hem secara bersama - sama dapat meningkatkan penyerapan zat besi non hem (Almatsier, 2002). Kebutuhan tablet Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap oleh tubuh (Mansjoer, 2001).
Remaja sangat rentan untuk mengalami anemia, dan hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang zat besi (Fe) sangat penting terutama bagi remaja putri yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami anemia. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi yaitu perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan endometrium (Wiknjosastro, 2005). Remaja yang menstruasi kehilangan besi rata-rata sebanyak 0,5 mg sehari. Hal ini akan berakibat kurangnya asupan zat besi, sehingga beresiko besar terkena anemia defisiensi besi (Almatsier, 2001).
Bagi anak-anak dan remaja putri, anemia dapat menyebabkan menurunnya gairah belajar dan konsentrasi serta dapat mengganggu pertumbuhan, tinggi dan berat badan tidak sempurna. Selain itu, daya tahan tubuh akan menurun sehinggga mudah terserang penyakit. Bagi mereka yang memiliki aktivitas tinggi, karena gangguan anemia sering merasa pusing, lelah, letih dan lesu, akibatnya produktivitas pun menurun. Pencegahan adanya anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan empat pendekatan dasar yaitu dengan memperkaya makanan pokok dengan zat besi, pemberian suplemen tablet zat besi (Fe), pendidikan dan langkah–langkah yang berhubungan dengan peningkatan masukan zat besi melalui makanan serta pencegahan terhadap infeksi (DeMaeyer, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar